Dunia Seni di Tengah Gempuran Artificial Intelligence

Teknologi berkembang kian pesat. Banyak hal yang terjadi selama beberapa dekade terakhir di seluruh dunia. Rasanya banyak hal tengah dirasakan oleh beragam kalangan dengan segala gempuran evolusi teknologi ini. Mulai dari perubahan gadget tombol menjadi gadget usap, hingga munculnya ARTIFICIAL INTELLIGENCE.

Bak di film, apa yang disebut ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) ini bisa membantu banyak aspek kehidupan manusia melalui medium prompt hingga fisik robotic humanoid, mengagumkan!

Keorisinilan yang Terkikis

Tak ada yang dinamakan seni murni, semua hanya sebatas inspirasi dan referensi. Sebuah templat kalimat yang sering terucap, dan memang benar adanya. Namun, AI ini digunakan banyak kalangan pembuat karya bukan sebagai alat bantu, melainkan pengganti dirinya sendiri. Karya-karya yang muncul bahkan tak mempunyai landasan ide kreatif yang humanis. Menjadikannya sebuah ironi ketika AI yang dibuat sebagai bagian dari seni akademis, menjadi sebuah alat pengganti yang bengis karena salah menggunakannya.

Keorisinilan Akan Tetap Eksis?

Sebagai manusia, tentu kita mempunyai rasa keindahan estetika yang tidak dapat digantikan oleh sebuah mesin hasil akumulasi ILMU PENGETAHUAN MANUSIA. Estetika pada hakikatnya mengandalkan perasaan, pengalaman, kontak fisik, penglihatan, pendengaran, pengalaman, sejarah, hubungan antar makhluk, hubungan dengan lingkungan, dan beragam hal yang membuatnya terbentuk hingga disebut ESTETIS. 

Karena mengandalkan banyak hal termasuk perasaan, estetika ini kemudian menjadi sebuah eksistensi yang sifatnya referensial. Hal ini tidak dapat dipergunakan untuk sesuatu yang sifatnya pasti dan akan terus berkembang sesuai dengan pengalaman serta perasaan si manusia itu sendiri. Jadi, apakah orisinalitas sebuah karya akan tetap eksis? Jawabannya tentu tetap ada. Tetapi jika suatu saat semua orang sudah mempercayakannya kepada AI, lalu siapa yang nantinya akan membuat karya yang orisinil? Tentu itu menjadi sebuah pertanyaan pamungkas.

AI Sebagai Pelunturan Idealis

Jika berbicara tentang dunia seni, tentu erat kaitannya dengan idealisme seseorang yang menggelutinya. Jika diibaratkan, DNA dari sebuah karya dan keindahannya dapat dilihat dari idealisme apa yang dibawa. Tentunya AI susah untuk menerjemahkan idealisme, karena idelisme merupakan bagian dari masing-masing keinginan dari insan manusia. Akan tetapi, banyak dari manusia ini yang memercayakan AI untuk membuat karya tanpa ada DNA idealis yang mengalir. Mungkin memang benar, para pekerja kreatif butuh realistis untuk menjalani pekerjaannyaa. Akan tetapi, tidak kah keduanya dijalankan bersama? Karena jika seseorang pekerja kreatif atau pekerja di dunia seni telah sepenuhnya menggunakan AI, maka pekerjaan mereka sendiri yang nantinya akan hilang.

Seni yang Perlahan Tidak Bernilai

Sudah menjadi rahasia umum, pekerjaan kreatif yang mengandalkan otak kanan atau non-eksak seperti graphic designer, video editor, pelukis,  pemahat, dll merupakan pekerjaan yang sedikit dipandang sebelah mata, apalagi di Indonesia. Hal ini sudah berjalan selama periode 2000-an hingga sekarang. Padahal, mereka mempunyai peran-peran besar untuk membuat dunia ini terasa lebih hidup dan berwarna maupun itu dari segi budaya, visual, dan banyak unsur seni lainnya. 

Dan bisa kita bayangkan, AI digadang-gadang akan menghancurkan ataupun menggantikan banyak pekerjaan dari manusia. Dan diantara banyak pekerjaan tersebut, pekerjaan kreatif salah satunya. Jika ini terjadi, dan seluruh manusia tetap memertahankan AI untuk menggantikan dunia seni maka kita tidak akan mempunyai nilai budaya yang orisinil serta estetis di masa depan. Kita tidak akan mempunyai the next of Masashi Kishimoto, Haruki Murakami, Fujiko Fujio, jika di Indonesia ada Raden Saleh, Sindoedarsono Soedjojono, Pinot, Muklay, I Nyoman Nuarta,  dan masih banyak lainnya pelakuseni di dunia ini.

Bagaimana Nasib Seni di Masa Depan?

Seni sejatinya akan selalu ada di setiap aspek kehidupan manusia, yang akan berubah hanya pandangan terhadap seni, seni yang dibawa, dan bagaimana nilai dari sebuah seni ini di masa yang akan datang. Bayangkan, jika kata “seni” nantinya akan hanya sebongkah reruntuhan kecil di antara kemajuan zaman. Bayangkan jika sebuah bacaan novel dan sastra menjadi sebuah hal yang langka serta disebut benda sejarah. Semua hal-hal itu sangat mungkin terjadi apabila manusia telah mempunyai nilai atau pandangan yang berbeda terhadap apa itu seni. Mungkin, menuliskan sesuatu prompt atau perintah untuk AI bisa menjadi sebuah seni di kemudian hari.
Budaya yang kita rasakan, lihat, dengar, dan pahami hari ini merupakan hasil dari rentetan sejarah yang panjang dari zaman dahulu. Namun, banyak hal yang sebenarnya tak kita sadari namun terjadi. Mungkin seniman pada zaman dahulu menganggap digitalisasi dunia merupakan sesuatu yang tabu. Mereka menganggap digitalisasi merupakan suatu hal yang mengganggu mereka. Namun begitu, sekarang digitalisasi pun bisa diasosiasikan dengan seniman. Seniman yang dahulu mencoba medium konvensional, sekarang bahkan menggabungkan medium mereka dengan teknologi yang eksis. Sebenarnya hal seperti ini lazim terjadi pada masa transisi zaman, transisi generasi, dan banyak hal lainnya. Faktor-faktor ini yang memengaruhi juga transisi budaya dari susi cara melakukan dan cara memandangnya.

Kita tak perlu menolak dengan kemajuan zaman. Bahkan, bisa dibilang harus menerima perkembangan zaman. AI yang kita kenal sekarang terbukti sudah banyak sekali membantu banyak aspek kehidupan, termasuk perkembangaan dunia seni. Namun, dalam dunia seni yang kita kenal kita harus berpikir fleksibel. Kapan kita harus pragmatis, dan kapan tidak. Hadirnya AI ini tentu menjadi warna baru bagi dunia seni, yang tentunya harus dimanfaatkan dalam koridor yang benar. Karena jika tidak digunakan yang benar, bukan hanya kata “kemungkinan” yang selalu terucap. Tapi kata “pasti” akan kehancuran budaya  selalu membayangi dunia seni beserta orang-orang yang ada di dalamnya.

Lalu, Apa yang Harus Dilakukan?

Sejatinya setiap insan yang hidup di bumi ini melakukan sebuah kontribusi pada dunia seni. Bahkan hal-hal kecil yang mungkin tidak tersadari, karena secara tidak langsung setiap dari kita mencatatkan dan menciptakan sejarah baru yang berdampak pada kebudayaan dan kebiasaaan anak/cucu kita di masa yang akan datang kelak. 

Oleh karenanya; apa yang saya, kamu, dan kita semua perbuat di masa ini akan sangat-sangat berpengaruh di masa yang akan datang. Nama dari kita mungkin saja akan menjadi satu nama yang diajarkan di sekolah-sekolah atas kontribusi yang dilakukan hari ini tanpa tersadari. 

Semua kompleksitas tentang AI, dunia seni, dan semua insan pada hari ini adalah satu kesatuan yang rumit untuk diselaraskan. Karena bagaimana pun, kita hanya beragumentasi dan menerka apa yang akan terjadi di masa depan dengan basis yang terjadi dan dirasakan saat ini. Namun begitu, kita semua tahu bahwa budaya akan selalu ada dan harus untuk dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman, AI adalah salah satunya. 

Kita harus berpikir dan menempatkan posisi AI yang kita kenal saat ini untuk bagian dari medium yang membantu kita dalam melakukan seni. Jangan sebaliknya, kita yang menggunakan dan memerintah AI secara penuh dalam berkarya seni. Karena manusia pun menciptakan AI yang tidak dapat mempunyai perasaan layaknya manusia. Karena jika peradaban maju kelak mempunyai pandangan bahwa AI yang harus menggantikan posisi dunia seni, kita hanya bisa membayangkan jika utopis itu tidaklah menarik. Utopis hanya sebatas menikmati keindahan dan kemakmuran yang berkepanjangan dengan normal. Tidak ada tantangan, tidak ada adrenalin. Bukan berpikir secara imajinatif, tetapi terkadang suatu kekurangan itu perlu ada. Bahkan tidak ada yang disebut utopis jika tidak ada distopis bukan? 

Tuhan itu memang adil seadil-adilnya. Setiap air maka diciptakan api, setiap langit diciptakan tanah, setiap masalah diciptakan solusinya. AI ini bagi kita (dan saya pribadi) sebenarnya adalah  jawaban dari masalah-masalah manusia dalam menjalani peradaban di masa-masa ini. Akan tetapi, saya khususnya atau kita semua yang membaca ini sebagai pelaku seni pada setiap harinya harus berpikir dan menerjemahkan fungsionalitas AI dengan baik. Tempatkan lah hasil perkembangan budaya akademis ini sebagai salah satu fasilitas dalam berkarya, karena itu yang memang kita butuhkan. AI akan membantu kita dalam melakukan dan berkarya tanpa menghilangkan orisionalitas, jika menempatkannya sebagai medium atau alat bantu. Bagi saya pribadi, ide besar serta guratan haruslah tetap kita yang merealisasikan, namun AI lah yang akan memperkenalkan karya kita ke khalayak luas.

by; Flanel Hitam